Ekspresif Chairil Anwar
Dalam Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”
oleh
Novi Daniyati
Novidaniyati22@gmail.com
Secara harfiah kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk member pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan melalui pemahaman dan penafsiran yang sistemik. Berdasarkan tujuannya karya sastra bertujuan untuk menimbang, menerangkan, membuat aturan, menginterpretasikan, memberi putusan, dan menemukan asas seni yang baik. Dalam kritik sastra juga terdapat aspek-aspek pokok, yakni:
1. Analisis
2. Interpretasi
3. Evaluasi
Kritik sastra memiliki beberapa jenis, yakni:
1. Berdasarkan pendekatanya,
a. Kritik sastra penilaian
-kritik sastra ilmiah
-kritik sastra estetis
2. Berdasarkan pendekatan terhadap karya sastranya
a. Kritik mimetik
b. Kritik pragmatik
c. Kritik ekspresif
d. Kritik objektif
3. Berdasrkan bentuknya
a. Kritik relatif
b. Kritik absolute
Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode berdasrkan pendekatan terhadap karya sastranya dengan menggunakan metode ekspresif. Pendekatan ekspresif, yaitu kritik sastra yang menekankan telaahan kepada kebolehan pengarang dalam mengekpresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra (umumnya puisi). Dalam hal ini kritik sastra cenderung menimbang karya sastra dengan memperlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara sadar atau tidak tercermin pada karyanya tersebut. (Semi, 7-8:2013).
Senja Di Pelabuhan Kecil
Chairil Anwar
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepek elang
Menyinggung muram, desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini, tanah, air, tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendiri berjalan
Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
(1946)
Chairil anwar adalah seorang sastrawan muda angkatan 45, yang terkenal dengan julukan Si binatang jalang. Julukan tersebut muncil bukan tanpa sebab melainkan buah dari satu karyanya yang berjudul “Aku”. Chairil merupakan sosok sastrawan yang dalam karyanya selalu mencerminkan sifat individualism yang sangat kental, karya-karyanya pun banyak yang bernuansa pemberontakan-pemberontkan baik itu terhadap sosial, politik, bahkan keadaan dirinya sendiri. Adapun beberapa karyanya yang berhubungan dengan Tuhan seperti puisis yang berjudul “Doa”. Dalam kritik sastra ini penulis memilih salah satu puisi darinya yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil”.
Dalam puisinya yang berjudul senja dipelabuhan kecil yang menceritakan tentang seseorang yang merasa bahwa cinta, dan yang dicintainya sudah tidak ada lagi. Dalam puisinya penyair melukiskan rasa kesepiannya dengan mengambarkan lewat gedung, rumah tua, cerita tiang dan temali, kapal, dan perahu yang tidak berlaut, tertaut. Benda-benda itu semua mengungkapkan perasaan sedih dan sepi. Penyair merasa bahwa benda-benda di pelabuhan itu mengabaikanya, menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut. Kata terpaut ini memiliki arti terikat (Yufid KBBI). Dalam bait pertama itu dapat dirasakan bahwa penulis merasakan kesepian yang teramat dalam dapat dilihat pada bait berikut,
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut
(tidak mempunyai arah tujuan)
Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut
(tapi masih memiliki kepercayaan untuk memiliki)
Pada bait kedua dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”, penyair mulai merasakan suasana pelabuhan tidak lagi terfokus terhadap benda-benda yang ada di sekitar pelabuhan. Seperti pada larik berikut, “gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang”. Ketika di pelabuhan itu turun gerimis yang menambah kesedihan penyair, dan ada kelepak elang yang membuat hati penyair lebih muram, Pada larik selanjutnya. “Menemu bujuk pangkal akanan” yang menunjukan bahwa penyair berpikiran bahwa ia akan menemukan sesuatu yang dapat menghibur hatinya yang sedang merasa sepi, tapi ternyata suasana pantai itu kemudian berubah. Harapan itu hilang, seperti pada bait berikut “tidak bergerak dan kini, tanah, air, tidur hilang ombak”.
1. Analisis
2. Interpretasi
3. Evaluasi
Kritik sastra memiliki beberapa jenis, yakni:
1. Berdasarkan pendekatanya,
a. Kritik sastra penilaian
-kritik sastra ilmiah
-kritik sastra estetis
2. Berdasarkan pendekatan terhadap karya sastranya
a. Kritik mimetik
b. Kritik pragmatik
c. Kritik ekspresif
d. Kritik objektif
3. Berdasrkan bentuknya
a. Kritik relatif
b. Kritik absolute
Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode berdasrkan pendekatan terhadap karya sastranya dengan menggunakan metode ekspresif. Pendekatan ekspresif, yaitu kritik sastra yang menekankan telaahan kepada kebolehan pengarang dalam mengekpresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra (umumnya puisi). Dalam hal ini kritik sastra cenderung menimbang karya sastra dengan memperlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang secara sadar atau tidak tercermin pada karyanya tersebut. (Semi, 7-8:2013).
Senja Di Pelabuhan Kecil
Chairil Anwar
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepek elang
Menyinggung muram, desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini, tanah, air, tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendiri berjalan
Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
(1946)
Chairil anwar adalah seorang sastrawan muda angkatan 45, yang terkenal dengan julukan Si binatang jalang. Julukan tersebut muncil bukan tanpa sebab melainkan buah dari satu karyanya yang berjudul “Aku”. Chairil merupakan sosok sastrawan yang dalam karyanya selalu mencerminkan sifat individualism yang sangat kental, karya-karyanya pun banyak yang bernuansa pemberontakan-pemberontkan baik itu terhadap sosial, politik, bahkan keadaan dirinya sendiri. Adapun beberapa karyanya yang berhubungan dengan Tuhan seperti puisis yang berjudul “Doa”. Dalam kritik sastra ini penulis memilih salah satu puisi darinya yang berjudul “Senja di Pelabuhan Kecil”.
Dalam puisinya yang berjudul senja dipelabuhan kecil yang menceritakan tentang seseorang yang merasa bahwa cinta, dan yang dicintainya sudah tidak ada lagi. Dalam puisinya penyair melukiskan rasa kesepiannya dengan mengambarkan lewat gedung, rumah tua, cerita tiang dan temali, kapal, dan perahu yang tidak berlaut, tertaut. Benda-benda itu semua mengungkapkan perasaan sedih dan sepi. Penyair merasa bahwa benda-benda di pelabuhan itu mengabaikanya, menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut. Kata terpaut ini memiliki arti terikat (Yufid KBBI). Dalam bait pertama itu dapat dirasakan bahwa penulis merasakan kesepian yang teramat dalam dapat dilihat pada bait berikut,
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gudang, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali, kapal, perahu tiada berlaut
(tidak mempunyai arah tujuan)
Menghembus diri dalam mempercaya mau terpaut
(tapi masih memiliki kepercayaan untuk memiliki)
Pada bait kedua dalam puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”, penyair mulai merasakan suasana pelabuhan tidak lagi terfokus terhadap benda-benda yang ada di sekitar pelabuhan. Seperti pada larik berikut, “gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang”. Ketika di pelabuhan itu turun gerimis yang menambah kesedihan penyair, dan ada kelepak elang yang membuat hati penyair lebih muram, Pada larik selanjutnya. “Menemu bujuk pangkal akanan” yang menunjukan bahwa penyair berpikiran bahwa ia akan menemukan sesuatu yang dapat menghibur hatinya yang sedang merasa sepi, tapi ternyata suasana pantai itu kemudian berubah. Harapan itu hilang, seperti pada bait berikut “tidak bergerak dan kini, tanah, air, tidur hilang ombak”.
Pada bait ketiga dalam puisi tersebut, penyair lebih memusatkan pikiranya pada dirinya. Dia merasa kesepian seperti pada larik berikut “aku sendiri”. Dalam kesendirian itu, penyair mencoba menyisir semenanjung dengan dipenuhi harapan, seperti pada larik, “Menyisir semenanjung, masih pengap harap”. Namun setibanya di ujung pantai dan memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut karena ia tidak menemukan tujuannya dan memutuskan untuk melupakan semuanya dan berharap bahwa kesedihanya cepet hilang. Seperti pada larik berikut “Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan” “dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap”.
Berdasarkan analisis puisi tersebut jika dikaji berdasarkan metode ekspresif, dapat dilihat bahwa si pengarang mencoba mencurahkan apa yang sedang dialami oleh dirinya yang sedang merasa kesepian, dan merasa kalau orang-orang disekelilingnya su
dah mengabaikannya. Tapi walapun penyair sedang berada pada situasi yang merasa bahwa dirinya sudah ditinggalkan, tapi walapun dalam posisi tersebut penyair tetap mencoba untuk menemukan kembali cintanya walaupun pada akhirnya tetap tidak bisa didapatkan.
Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” dari segi kebahasaanya menggunakan bahasa yang sulit dipahami sehingga pembaca harus mengkaji makna dari setiap kata yang Chairil tulis dalam puisi tersebut untuk kemudian memahami isi dari puisi tersebut tapi ketika pembaca sudah memahami isi dari puisi maka pemabaca juga bisa merasakan apa yang sedang di alami Chairil pada saat itu. Puisi tersebut layak dibaca oleh semua kalangan.