Saturday, March 25, 2017

Toponimi




    Pengertian Toponimi           
Menurut Sugono (2008:1482) toponimi adalah cabang ilmu onomastika yang menyelidiki nama tempat.
Menurut Widodo ES (2006) toponimi artinya nama tempat di muka bumi ("topos" adalah "tempat" dan "nym" adalah "nama"). Toponimi dikenal juga dengan sebutan "Geographical Names (Nama Geografis)" atau "Place Names (Nama Tempat)" atau "Topographical Names (Nama Rupabumi)". Sedangkan toponimi itu sendiri memiliki dua pengertian yakni (a) ilmu yang mempunyai obyek studi tentang toponim pada umumnya dan tentang nama geografis khususnya, dan (b) totalitas dari toponim dalam suatu wilayah.

Jadi toponimi adalah sebuah cabang ilmu onomasika yang mempelajari atau menyelidiki nama suatu tempat.  Selain itu toponimi dikenal juga dengan sebutan "Geographical Names (Nama Geografis)" atau "Place Names (Nama Tempat)" atau "Topographical Names (Nama Rupabumi)".

Sejarah Toponimi
Menurut Jacub Rais (2006) nama unsur geografi, atau disingkat “nama geografik” (geographical names) disebut “toponim”. Secara harafiah berarti “nama tempat” (place names). Nama tempat tidak harus diartikan nama pemukiman (nama tempat tinggal), tetapi nama unsur geografi yang ada di suatu tempat (daerah), seperti sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dsb. Unsur-unsur ini dikenal secara luas sebagai unsur “topografi”. Sejarah Toponimi dimulai bersamaan dengan dikenalnya peta (sehingga berkaitan dengan Kartografi) dalam peradaban manusia yang dimulai pada zaman Mesir Kuno. Untuk memberikan keterangan (nama) pada unsur yang digambarkan pada peta diperlukan suatu usaha untuk ‘merekam’ dari bahasa verbal (lisan) ke dalam bentuk tulisan atau simbol. Sejarah mencatat nama-nama Comtey de Volney (1820), Alexander John Ellis (1848), Sir John Herschel (1849) dan Theodore W. Erersky (1913) yang terus berusaha untuk membakukan proses penamaan unsur geografis pada lembar peta melalui berbagai metode. Pada akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) di bawah struktur Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (UN ECOSOC).
Tata cara pembakuan pemberian nama pada unsur geografis ternyata tidak sesederhana perkiraan banyak orang. Tata cara untuk menstandarisasi dan mengatur penamaan suatu unsur geografis dikaji dan diatur dalam suatu cabang ilmu yang dikenal sebagai Toponimi. Ilmu ini berkaitan erat dengan kajian Linguistik, Antropologi, Geografi Sejarah dan Kebudayaan.
Pedoman Penelitian Toponimi (Nama Unsur Geografi di Indonesia)
 Jika kita cermati, banyak nama unsur geografi di Indonesia terdiri atas dua bagian yaitu nama generik dan nama spesifik. Menurut Jacub Rais (2006) yang dimaksud dengan nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk dari unsur geografis tersebut, misalnya sungai, gunung, kota dan unsur lainnya. Sedang nama spesifik merupakan nama diri (proper name) dari nama generik tersebut yang juga digunakan sebagai unit pembeda antar unsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur geografis biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ’baru’, ’jaya’, ’indah’, ’makmur’ atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur tersebut, misalnya ’batu’, ’candi’ dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan tulisan Jacob Rais (2006) yang mengatakan nama-nama generik dari unsur geografi, antara lain:
1.      Sungai (bahasa Indonesia) atau air, aik, ai, oi, kali, batang, wai, ci, brang, jeh, nanga,krueung, Ie, (bahasa lokal)
2.      Gunung (bahasa Indonesia) atau dolok, buku, bulu, deleng, keli, wolo,cot, batee (bahasa lokal)
3.      Tanjung (bahasa Indonesia) atau ujung, cuku (bahasa lokal)
4.      Danau (bahasa Indonesia) atau telaga, situ, ranu (bahasa lokal)
5.      Pulau (bahasa Indonesia) atau nusa, mios (meos), pulo, towade, wanua, libuton, lihuto (bahasa lokal)….
Contohnya nama wilayah daerah di sekitar Cianjur atau Jawa Barat seperti; Cipanas, Cianjur, Ciamis, Gunung Putri, Gunung Salak, Ujung Kulon, Ujung Genteng, Talaga Warna dll.
Penamaan nama-nama wilayah atau daerah di Indonesia yang kayak ragam sangat menarik untuk kita kaji dan teliti. Namun kenyataan di masyarakat, keragamaan penamaan tempat wilayah Indonesia menjadi hal yang dilematis karena masyarakat sendiri banyak yang tidak mengetahui asal usul atau sejarah penamaan dari daerah tempat tinggalnya sendiri, oleh karena itu peneliti menganggap penelitian tentang asal usul cerita penamaan sebuah wilayah penting untuk dikaji dan diteliti karena masyarakat membutuhkan referensi untuk mengetahui penamaan asal tempat tinggalnya. Seperti halnya penamaan atau asal usul Pantai Pelabuhan Ratu yang peneliti anggap penting untuk diteliti karena mitos dalam Pantai Pelabuhan Ratu begitu kuat dan menarik sehingga sebagai putra daerah dan penikmat wisata Pantai Pelabuhan Ratu peneliti menganggap hal itu penting untuk diteliti dan dikaji guna menambah pengetahuan masyarakat.
Nama-nama tempat di Indonesia terdiri dari banyak ragam, ada yang menggunakan satu kata, dua kata bahkan ada yang menggunakan tiga kata atau lebih. Di Indonesia sendiri pedoman itu sudah dibuat dan digunakan seperti pedoman dan kaedah penamaan yang disampaikan oleh  Jacob Rais (2006) :
1.      Dalam menulis nama unsur geografi ditulis terpisah antara nama generik dan nama spesifiknya. Lihat contoh di bawah ini:
Nama generik dan nama spesifik suatu unsur / ciri geografi ditulis secara terpisah:
Sungai Musi; Air Bangis; Krueung Aceh; Ie Mola; Wai Seputih; Batang Hari; Ci Liwung; Danau Toba; Laut Jawa; Selat Sunda; Pulau Nias; Tanjung Cina; Kota Bandung; Gunung Merbabu; Bukit Suharto. Singkatan Nama Generik di peta: Tanjung: Tg.; Pulau: P.; Laut: L.; Selat: Sel.; Wai: W. Sungai: S atau Sei, Ujung: U. Kota, Umumnya generik “Kota” tidak ditulis dan juga tidak disebut karena orang tahu bahwa itu nama kota: “Kota Bandung” atau“Bandung” saja.
2.      Banyak nama spesifik di Indonesia, khususnya nama kota dan pemukiman memuat juga nama generik dalam nama spesifiknya, seperti nama-nama kota memakai gunung, bukit, tanjung, ujung, pulau dst dalam nama spesifiknya.Dalam kasus ini nama spesifik tersebut ditulis dalam satu kata. Contoh di bawah ini:
Gunungsitoli; Cimahi; Ujungpandang; Bukittinggi; Muarajambi; Tanjungpinang; Tanjungpriok; Krueungraya; Sungailiat; Bandarlampung; Airmadidi; Sungaipenuh; Kualasimpang.
Contoh di Jawa Barat ada sungai yang bernama Ci Liwung (harus ditulis dengan 2 kata). Tetapi jika suatu kota (generik) “Ci” dipakai dalam nama spasifik, maka ditulis dengan satu kata (Cimahi, Cibinong, Cikampek). Lihat peta yang dibuat di masa penjajahan Belanda (masih pakai ortografi lama “tj” untuk “c”, “dj” untuk ”j”, “oe” untuk “u”.
3.      Jika suatu nama spesifik ditambah dengan kata sifat di belakangnya atau penunjuk arah, maka ditulis terpisah. Contoh: Jawa Barat; Kebayoran Baru; Sungai Tabalong Kiwa; Kotamubago Selatan; Kampung Desatengah Selatan; Nusa Tenggara Timur; Panyabungan Tonga; Psupayautang Jae (tonga = tengah; jae= utama di kabupaten Tapanuli Selatan); Kemang Utara; Durentiga Selatan. 
4.      Jika nama spesifik yang terdiri dari kata berulang, ditulis sebagai satu kata. Misalnya Bagansiapiapi; Siringoringo; Sigiringgiring; Mukomuko. Jika nama spesifik yang ditulis dengan angka sebagai penomoran, maka nomor ditulis dengan huruf, misalnya Depok Satu; Depok Dua; Depok Timur Satu; Koto Ampek. Jika nama spesifik terdiri dari dua kata benda, ditulis sebagai satu kata, misalnya Tanggabosi; Bulupayung; Psupayaalam.
5.      Nama spesifik terdiri dari kata benda diikuti dengan nama generik, maka ditulis sebagai satu kata, misalnya: Pintupadang; Psupayagunung; Pondoksungai; Kayulaut.
Nama spesifik yang terdiri dari 3 kata, masing-masing 2 nama generik diikuti dengan kata sifat atau kata benda, maka ditulis sebagai satu kata, misalnya Torlukmuaradolok (torluk = teluk; muara = muara; dolok = gunung); Muarabatangangkola (muara dan batang adalah nama generik; angkola = nama benda).
6.      Banyak contoh nama spesifik terdiri dari 4 kata atau lebih, misalnya beberapa daerah di Tapanuli Selatan: Purbasinombamandalasena; Dalihannataluhutaraja; Hutalosungparandolok Lorong Tiga; Gunungmanaonunterudang. Untuk memudahkan disarankan tidak memakai nama yang panjang.
Selain diambil dari bangsa Indonesia, banyak nama-nama unsur geografi yang berasal dari nama asing yang terucapkan dengan lidah Indonesia atau diterjemahkan secara harafiah dalam bahasa Indonesia atau diganti dengan nama Indonesia.
Yang berasal dari pengucapan bahasa asing:
Tanjong Priok seharusnya ditulis Tanjungperiuk atau Tanjungpriok (kalau “priok” bahasa Betawi dari “periuk”; Ayer Item seharusnya Air Hitam
Yang berasal dari bahasa asing dengan pengucapan gaya bahasa Indonesia:
Singerland menjadi Sangerlang; Glen More menjadi Glemor; Malborough menjadi Malioboro; Zandvoort menjadi Sanpur, Sampur;
Selain pedoman dalam penelitian nama geografi atau penamaan sebuah tempat, Jacob Rais juga memberikan kaedah penamaan yang bisa diajukan bagi penamaan sebuah tempat. Kaidah tersebut meliputi:
1.      Menggunakan abjad Romawi atau huruf Latin
2.      Mengutamakan nama lokal dan singkat
3.      Tidak menggunakan nama yang sudah digunakan di tempat lain dalam
wilayah yang sama
4.       Tidak menggunakan nama yang menimbulkan pertentangan suku, agama,
ras dan antar golongan (sara)
5.      Tidak menggunakan nama orang atau tokoh masyarakat yang masih hidup
6.      Tidak menggunakan nama perusahaan
7.      Tidak menggunakan nama asing atau bahasa asing
8.      Menggunakan kaedah bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penelitian nama unsur geografi
9.      Menggunakan nama yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan internacional
Jadi, dalam penamaan nama tempat. Indonesia telah memiliki kaidah atau pedoman untuk melakukan pemberian nama. Selain itu, dengan adanya kaidah atau pedoman pemberian nama geografi Indonesia bisa menjaga dan memberikan aturan yang baku bagi penamaan sebuah wilayah atau tempat.

Retorika

Retorika Sebagai Ilmu Kamus Besar Bahasa indonesia menyebutkan bahwa retorika dalam arti sempit diartikan sebagai, (1) studi tentang pema...