Thursday, March 30, 2017

Antologi Puisi dengan Tema Pahlawan

DONGENG PAHLAWAN

W.S Rendra

Pahlawan telah berperang denganpanji-panji
Berkuda terbang dan menangkan putri.
Pahlawan kita adalah lembu jantan
Melindungi padang dan kau perempuan.
Pahlawan melangkah dengan baju-baju sutra.

Malam tiba, angin tiba, ia pun tiba.
Adikku lanang, senyumlah bila bangun pagi-pagi
Kerna pahlawan telah berkunjung di tiap hari.

HAI, KAMU !

W.S. Rendra

Luka-luka di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
 
Jakarta, 29 Pebruari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi

BAYI LAHIR BULAN MEI 1998  

Taufq Ismail
  
Dengarkan itu ada bayi mengea di rumah tetangga 
Suaranya keras, menangis berhiba-hiba 
Begitu lahir ditating tangan bidannya 
Belum kering darah dan air ketubannya 
Langsung dia memikul hutang di bahunya 
Rupiah sepuluh juta 
  
Kalau dia jadi petani di desa 
Dia akan mensubsidi harga beras orang kota 
Kalau dia jadi orang kota 
Dia akan mensubsidi bisnis pengusaha kaya 
Kalau dia bayar pajak 
Pajak itu mungkin jadi peluru runcing 
Ke pangkal aortanya dibidikkan mendesing 
 
Cobalah nasihati bayi ini dengan penataran juga 
Mulutmu belum selesai bicara 
Kau pasti dikencinginya. 
  
1998

MEMECAH MENGUTUHKAN

Emha Ainun Najib

 Kerja dan fungsi memecah manusia
 Sujud sembahyang mengutuhkannya
 Ego dan nafsu menumpas kehidupan
 Oleh cinta nyawa dikembalikan
 Lengan tanganmu tanggal sebelah
 Karena siang hari politik yang gerah
 Deru mesin ekonomi membekukan tubuhmu
 Cambuk impian membuat jiwamu jadi hantu
 Suami dan istri tak saling mengabdi
 Tak mengalahkan atau memenangi
 Keduanya adalah sahabat bergandengan tangan
 Bersama-sama mengarungi jejeak Tuhan
 Kalau berpcu mempersaingkan hari esok
 Jangan lupakan cinta di kandungan cakrawala
 Kalau cemas karena diiming-imingi tetangga
 Berkacalah pada sunyi di gua garba rahasia
 
   1987 

SELAMAT  PAGI  INDONESIA

Sapardi Djoko Damonoe

Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk
dan menyanyi kecil buatmu.
aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu,
dan kemudian pergi untuk mewujudkan setiaku padamu dalam
kerja yang sederhana;
bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar dan
tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam
padamu, kubayangkan sehelai bendera berkibar di sayapnya.
aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan,


TENTANG KEMERDEKAAN

Toto Sudarto Bahtiar
   
Kemerdekaan ialah tanah air dan laut semua suara
janganlah takut kepadanya
Kemerdekaan ialah tanah air penyair dan pengembara
janganlah takut padanya
Kemerdekaan ialah cinta salih yang mesra
Bawalah daku kepadanya
 
 
Zaman Baru,
No. 11- 12
20 - 30 Agustus 1957

KITA ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI

Taufiq Ismail

Tidak ada pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur.

Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
"Duli Tuanku?"

Tidak ada pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangat untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada pilihan lagi. Kita harus
Berjalan terus

1966

diambil dari buku Tirani dan Benteng  
(Yayasan Ananda, Jakarta, 1993, halaman 113)

Wednesday, March 29, 2017

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

A.    Target Kegiatan Pembinaan Bahasa

  1. Penumbuhan sikap positif dalam berbahasa Indonesia, dapat dilihat dari komponen perilaku.
  2. Meningkatkan kegairahan
  3. Meningkatkan keikutsertaan
    pengembangan bahasa dan pembinaan bahasa indonesia

B.    Pengertian Pengembangan

Pengembangan adalah tindakan atau proses mengembangkan. Seperti yang dikemukakan Chaer (2013:67), kata atau istilah pengembangan biasa dikaitkan dengan kata pembinaan, yaitu sebuah nomina, yang menurut tata bahasa proses diturunkan dari verba tindakan membina. Maka kata pembinaan memiliki makna hal/proses membina atau “tindakan membina”.
Pengembangan bahasa berarti hal/proses mengembangkan bahasa atau segala tindakan berkaitan mengembangkan bahasa dan pembinaan bahasa berarti hal/proses membina bahasa. Objek dari pembinaan dan pengembangan adalah bahasa, namun memiliki sasaran yang berbeda.Pengembangan bahasa memiliki sasaran berupa substansi bahasa, sedangkan sasaran pembinaan adalah masyarakat pengguna bahasa itu.

C.    Linguistik dan Masalah Kebahasaan

1.    Masalah Kebahasaan

  • Masalah berkenaan dengan kedudukan bahasa
  • Dengan sistem atau sandi bahasa (Language Code)
  • Menyangkut pemakaian bahasa oleh masyarakat

2.    Hal-hal Lain Yang Dapat Menimbulkan Masalah Kebahasaan

  • Penentuan bahasa kebangsaan dan bahasa resmi kenegaraan.
  • Pengejaan dan pelafalan bahasa  perbedaan pengejaan atau pelafalan = salah tafsir, maka harus diseragamkan agar tidak salah tafsir.
  • Keterlibatan ahli bahasa dalam kegiatan pemecahan masalah kebahasaan
Secara umum dapat dianggap usaha penerapan ilmunya yang didorong oleh keprihatinan profesionalnya untuk turut memecahkan serangkaian masalah manusia di bidang komunikasi dan ekspresi.

3.    Sosiolinguistik dan Pemecahan Masalah Kebahasaan

Perilaku kebahasaan merupakan cerminan perilaku kemasyarakatan. Hal-hal yang mempengaruhi pengubahan bahasa:
  • Latar kemasyarakatan, ciri khas pembaru bahasa dan jenis motivasi yang mendasari pengubahan bahasa.
  • Ahli bahasa dapat berperan dalam proses perubahan dan pengubahan bahasa (Haugen, 1966a:1972).
  • Perbedaan ancangan bahasa yang dipandang dari struktur dan fungsi kemasyarakatan, sehingga melahirkan cabang ilmu yang baru, yaitu perencanaan bahasa.

4.    Hal Yang Harus Diperhartikan dalam Masalah Bahasa Neustupny (1968)

  • Tata hubungan antara kode bahasa dan ujaran
  • Hubungan kode bahasa dan pola perilaku
  • Hubungan komunikasi verbal dan nonverbal

5.    Peran Ahli Bahasa dalam Proses Perubahan dan Pengubahan Bahasa

  • Sebagai Sejarawan: merunut jejak sejarah bahasa yang diselidiki, menelaah tata bentuk asli dan serapan
  • Sebagai pemeri bahasa: menyiapkan deskripsi yang akurat tentang bahasa saat ini baik ragam lisan maupun tulisan
  • Sebagai ahli teori : memberi pengarahhan dalam pemahaman hakikat bahasa, menganalisis bahasa dan melukiskan rancangan bahasa

6.    Ancangan Alternatif untuk Perlakuan Masalah Kebahasaan

Tiga ancangan (approach) terhadap masalah kebahasaan:
  1. Garis haluan kebahasaan, yang pernah disebut politik bahasa, berkenaan dengan penentuan kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistiknya
  2. Pengembangan bahasa mengenai pengembangan sandi bahasa. Di dalamnya termasuk pengaksaraan bahasa yang tidak mengenal tata tulis, pembakuan bahasa, dan pemodernan bahasaPembinaan bahasa bertujuan meningkatkan jumlah pemakai bahasa lewat penyebaran hasil pembakuan dan penyuluhan serta pembimbingan
  3. Cakupan perencanaan bahasa (tidak diterapkan sepenuhnya pada ancangan garis haluan), misalnya penentuan kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistik jarang bergantung pada perencanaan bahasa, tetapi lebih sering pada pertimbangan latar politik, faktor sosial budaya, dan ekonomi. pengembangan dan pembinaan mencakup dua  arah, yaitu (1) pengembangan bahasa mencakup dua masalah pokok (masalah bahasa dan masalah kemampuan/sikap) dan (2) pembinaan juga mencakup dua arah (masyarakat luas dann generasi pelapis).

D.    Perbedaan Perancangan (Plan-Making) dan Perencanaan (Planning)

Perancangan terbatas pada penetapan sasaran, analisis terhadap pencapaian yang optimal, penyelidikan terhadap kemungkinan perwujudan sasaran, dan penilaian atas keefektifan pelaksanaan program. Perencanaan; usaha meramalkan perubahan bahasa yang akan terjadi di masa depan, tetapi usaha itu bahkan berniat mempengaruhi perubahan itu.

E.    Definisi perencanaan bahasa (Language Planning)

Perbedaan ancangan terhadap bahasa yang dipandang dari sudut struktur dan fungsi kemasyarakatanlah yang menimbulkan cabang ilmu yang baru yang disebut perencanaan bahasa.
Haugen dalam Moeliono (1985:5) mendefinisikan bahwa perencanaan bahasa adalah usaha membimbing perkembangan bahasa ke arah yang diinginkan oleh perencana. Neustpny (1970)
  • Ketidakpadanan ragam bahasa tertentu di masyarakat
  • Ketidakpadanan penggunaan bahasa seseorang
  • Masalah bahasa

 Usaha untuk Mengatasi Masalah Bahasa

  • Ancangan garis haluan (policy approach): menangani masalah pemilihan bahasa kebangsaan, pembakuan bahasam keberaksaraan (literacy), tata ejaan, variasi bahasa
  • Ancangan pembinaan (cultivate approach): Ketepatan dan keefisienan dalam pemakaian bahasa soal langgam bahasa (style), kendala (constraint) dalam komunikasi
  • Usaha untuk mengatasi masalah bahasa

Dua Dimensi Perencanaan Bahasa (Kloss:1969)

  • Perencanaan status bahasa
  • Tata hubungannya dengan bahasa lain
  • Penentuan kedudukan suatu bahasa
  • Perencanaan korpus bahasa
  • Pembentukan Istilah
  • Pengubahan Ejaan
Garvin (1973) dalam ulasannya terhadap konsep perencanaan bahasa, mengemukakan perencanaan harus dibedakan dua hal:
  1. Pemilihan bahasa untuk maksud dan tujuan yang direncanakan, misalnya sebagai bahasa kebangsaan atau bahasa resmi dan yang melibatkan banyak faktor di luar bahasa.
  2. Pengembangan bahasa bertujuan meningkatkan taraf keberaksaraan dan pembakuan bahasa
  3. Gorman (1973) membedakan perencanaan bahasa berdasarkan alokasi bahasa berkaitan dengan garis haluan kebahasaan dan yang semuanya termasuk pengaturan bahasa (language regulation).

F.    Hubungan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Pengembangan adalah tindakan atau proses mengembangkan. Seperti yang dikemukakan Chaer (2013:67), kata atau istilah pengembangan biasa dikaitkan dengan kata pembinaan, yaitu sebuah nomina, yang menurut tata bahasa proses diturunkan dari verba tindakan membina. Maka kata pembinaan memiliki makna hal/proses membina atau “tindakan membina”.
Pengembangan bahasa berarti hal/proses mengembangkan bahasa atau segala tindakan berkaitan mengembangkan bahasa dan pembinaan bahasa berarti hal/proses membina bahasa.Objek dari pembinaan dan pengembangan adalah bahasa, namun memiliki sasaran yang berbeda.Pengembangan bahasa memiliki sasaran berupa substansi bahasa, sedangkan sasaran pembinaan adalah masyarakat pengguna bahasa itu.
Pembinaan harus dilakukan (1) karena kemampuan berbahasa Indonesia masyarakat Indonesia sangat tidak memuaskan, (2) karena banyak orang Indonesia yang memiliki sikap negatif terhadap bahasa Indonesia, sehingga mereka berbahasa Indonesia dengan prinsip “asal mengerti” tanpa memperhatikan kaidah-kaidah dan aturan bahasa yang benar, bangga terhadap bahasa asing sehingga bahasa Indonesia mereka terinferensi kosakata bahasa asing (dalam hal ini bahasa Inggris) atau dapat dikatakan terdapat erosi rasa kebangsaan pada NKRI.

G.    Kedudukan Bahasa Indonesia

  • 28 Oktober 1928 (sumpah pemuda)  Bahasa Indonesia ditentukan sebagai bahasa nasional
  • Pasal 36 UUD 1945  kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara
  • Seminar politik Bahasa Nasional 1999  bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional
  • Fungsi Bahasa Indonesia
  • Lambang kebanggaan nasional
  • Fungsi sebagai bahasa Negara

Saturday, March 25, 2017

Pemimpin Sunda



Pegangan Pemimimpin Sunda
  1. Caina herang laukna beunang  
  2. Leuleus jeujeur liat tali
  3.  Bobot pangayom timbang taraju 
  4. Tara getas harupateun 
  5. Landung kandungan, laer aisan 
  6. Hirup sauyunan tara pahiri-hiri, silih pikanyaah teu inggis bela pati 
  7. Dibeuweung diutahkeun

Budaya Orang Sunda 
  1. Gampang wanoh (mudah bergaul) 
  2. Komunikatif 
  3. Sabar, ramah 
  4. Ngajauhan pipaseaan (menjauhi pertengkaran) 
  5. Tara sombong (tidak sombong) 
  6. Tara serakah 
  7. Tara kabita ku (karincing duit, geboy birit, kocopok lauk emasna) 
  8. Waspada (sodom araning braja sakunanang araning geni)

Sifat orang sunda yang harus dikantun 
  1. Kumaha nu dibendo 
  2. Ngiringan bae (mengikuti saja) 
  3. Mangga nyanggakeun 
  4. Sumuhun dawuh 
  5. Ngelehan maneh 
  6. Kajeun eleh asal doeh 
  7. Bengkung ngariung bengkok ngaroyok 
  8. Buruk-buruk papan jati

Tamehna: carang nu jadi pamingpin nasiobal, urang sunda jadi seke seler nu ka kantun

1.      Panca parisda (5 landong mujarab).
Ketika mendapatkan sebuah kritikan maka harus dianggap sebagai bahan untuk instropeksi diri, anggap saja kritikan seperti; 
  1. Keur dekil manggih cai keur beberesih 
  2. Rambut keur kusut aya nu nyisiran 
  3. Keur lapar aya nu nyunguhan 
  4. Keur dahaga aya nu maparin cai 
  5. Keur kesel aya nu maparin lamereun
Darma pitutur  
  1.  Talaga carita hangsa, artinya;  narosken talaga kedah ka soang 
  2. Gajendra carita banem, artinya; mun hoyong terang leuweung taroskeun ka gajah 
  3. Sagarem carita matsanem, artinya; mun hoyong terang sagara taroskeun ka lauk hiu 
  4. Puspawarem carita bangbarem, artinya; naroskeun kembang kedah ka bangbara Kesimpulanya: apabila ingin bertanya harus pada ahlinya. 
Sangga gati (9 kautamaan), hartosna kedah; 
  1. cageur; cageur awak, lampah, dan tekadna. 
  2. Bageur; handap asor sareng santun. 
  3. Bener; henteu nyalah gunakeun aturan. 
  4. Pinter; lega wawasan, seueur kanyaho. 
  5. Wanter; sonagar, wanian.
  6.  Singer; parigel, hideng. 
  7. Teger; teu gampang dipangaruhan, teu galinder. 
  8. Pangger; ajeg dina aturan. 
  9. Cangker; jagjag waringkas.
Dasa karta (10 kasajahteraan )
10 lawang yang ada dalam badan harus dimanfaatkan dengan benar, diantaranya: 
  1. Mata; ulah barang deuleu, mo ma nu teu sireup dideuleu. Keunana dora bancana sangkan urang nemu mala na lunas papa naraka. Hengan lamun kapahayu na sinenggah utama ning pangdeuleuan.  Artinya: mata jangan sembarangan melihat segala sesuatu yang belum siap dilihat, karena hal tersebut bisa jadi hal yang mencelakakan. Meunang hina dina dasar naraka, ngan mun kapira baris meunang bagja tina paningal.
  2.  Dua ceuli .... idem diluhur 
  3. Dua liang irung .... idem diluhur 
  4. Hiji baham .... idem diluhur 
  5. Dua palawangan .... idem diluhur 
Kesimpulannya: Segala sesuatu yang ada didalam tubuh kita katut kaki dan tangan, harus karaksa. Jangan digunakan dijalan yang salah yang mencelakakan.Harmoni

Silih asah, silih asih, silih asuh
  • Ambeh pinter, silih asah 
  • Ambeh teu jadi papaseaan, silih asih 
  • Ambeh tetep sauyunan, silih asuh/ silih talingakeun

Toponimi




    Pengertian Toponimi           
Menurut Sugono (2008:1482) toponimi adalah cabang ilmu onomastika yang menyelidiki nama tempat.
Menurut Widodo ES (2006) toponimi artinya nama tempat di muka bumi ("topos" adalah "tempat" dan "nym" adalah "nama"). Toponimi dikenal juga dengan sebutan "Geographical Names (Nama Geografis)" atau "Place Names (Nama Tempat)" atau "Topographical Names (Nama Rupabumi)". Sedangkan toponimi itu sendiri memiliki dua pengertian yakni (a) ilmu yang mempunyai obyek studi tentang toponim pada umumnya dan tentang nama geografis khususnya, dan (b) totalitas dari toponim dalam suatu wilayah.

Jadi toponimi adalah sebuah cabang ilmu onomasika yang mempelajari atau menyelidiki nama suatu tempat.  Selain itu toponimi dikenal juga dengan sebutan "Geographical Names (Nama Geografis)" atau "Place Names (Nama Tempat)" atau "Topographical Names (Nama Rupabumi)".

Sejarah Toponimi
Menurut Jacub Rais (2006) nama unsur geografi, atau disingkat “nama geografik” (geographical names) disebut “toponim”. Secara harafiah berarti “nama tempat” (place names). Nama tempat tidak harus diartikan nama pemukiman (nama tempat tinggal), tetapi nama unsur geografi yang ada di suatu tempat (daerah), seperti sungai, bukit, gunung, pulau, tanjung, dsb. Unsur-unsur ini dikenal secara luas sebagai unsur “topografi”. Sejarah Toponimi dimulai bersamaan dengan dikenalnya peta (sehingga berkaitan dengan Kartografi) dalam peradaban manusia yang dimulai pada zaman Mesir Kuno. Untuk memberikan keterangan (nama) pada unsur yang digambarkan pada peta diperlukan suatu usaha untuk ‘merekam’ dari bahasa verbal (lisan) ke dalam bentuk tulisan atau simbol. Sejarah mencatat nama-nama Comtey de Volney (1820), Alexander John Ellis (1848), Sir John Herschel (1849) dan Theodore W. Erersky (1913) yang terus berusaha untuk membakukan proses penamaan unsur geografis pada lembar peta melalui berbagai metode. Pada akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) di bawah struktur Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (UN ECOSOC).
Tata cara pembakuan pemberian nama pada unsur geografis ternyata tidak sesederhana perkiraan banyak orang. Tata cara untuk menstandarisasi dan mengatur penamaan suatu unsur geografis dikaji dan diatur dalam suatu cabang ilmu yang dikenal sebagai Toponimi. Ilmu ini berkaitan erat dengan kajian Linguistik, Antropologi, Geografi Sejarah dan Kebudayaan.
Pedoman Penelitian Toponimi (Nama Unsur Geografi di Indonesia)
 Jika kita cermati, banyak nama unsur geografi di Indonesia terdiri atas dua bagian yaitu nama generik dan nama spesifik. Menurut Jacub Rais (2006) yang dimaksud dengan nama generik adalah nama yang menggambarkan bentuk dari unsur geografis tersebut, misalnya sungai, gunung, kota dan unsur lainnya. Sedang nama spesifik merupakan nama diri (proper name) dari nama generik tersebut yang juga digunakan sebagai unit pembeda antar unsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan untuk unsur geografis biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ’baru’, ’jaya’, ’indah’, ’makmur’ atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur tersebut, misalnya ’batu’, ’candi’ dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan tulisan Jacob Rais (2006) yang mengatakan nama-nama generik dari unsur geografi, antara lain:
1.      Sungai (bahasa Indonesia) atau air, aik, ai, oi, kali, batang, wai, ci, brang, jeh, nanga,krueung, Ie, (bahasa lokal)
2.      Gunung (bahasa Indonesia) atau dolok, buku, bulu, deleng, keli, wolo,cot, batee (bahasa lokal)
3.      Tanjung (bahasa Indonesia) atau ujung, cuku (bahasa lokal)
4.      Danau (bahasa Indonesia) atau telaga, situ, ranu (bahasa lokal)
5.      Pulau (bahasa Indonesia) atau nusa, mios (meos), pulo, towade, wanua, libuton, lihuto (bahasa lokal)….
Contohnya nama wilayah daerah di sekitar Cianjur atau Jawa Barat seperti; Cipanas, Cianjur, Ciamis, Gunung Putri, Gunung Salak, Ujung Kulon, Ujung Genteng, Talaga Warna dll.
Penamaan nama-nama wilayah atau daerah di Indonesia yang kayak ragam sangat menarik untuk kita kaji dan teliti. Namun kenyataan di masyarakat, keragamaan penamaan tempat wilayah Indonesia menjadi hal yang dilematis karena masyarakat sendiri banyak yang tidak mengetahui asal usul atau sejarah penamaan dari daerah tempat tinggalnya sendiri, oleh karena itu peneliti menganggap penelitian tentang asal usul cerita penamaan sebuah wilayah penting untuk dikaji dan diteliti karena masyarakat membutuhkan referensi untuk mengetahui penamaan asal tempat tinggalnya. Seperti halnya penamaan atau asal usul Pantai Pelabuhan Ratu yang peneliti anggap penting untuk diteliti karena mitos dalam Pantai Pelabuhan Ratu begitu kuat dan menarik sehingga sebagai putra daerah dan penikmat wisata Pantai Pelabuhan Ratu peneliti menganggap hal itu penting untuk diteliti dan dikaji guna menambah pengetahuan masyarakat.
Nama-nama tempat di Indonesia terdiri dari banyak ragam, ada yang menggunakan satu kata, dua kata bahkan ada yang menggunakan tiga kata atau lebih. Di Indonesia sendiri pedoman itu sudah dibuat dan digunakan seperti pedoman dan kaedah penamaan yang disampaikan oleh  Jacob Rais (2006) :
1.      Dalam menulis nama unsur geografi ditulis terpisah antara nama generik dan nama spesifiknya. Lihat contoh di bawah ini:
Nama generik dan nama spesifik suatu unsur / ciri geografi ditulis secara terpisah:
Sungai Musi; Air Bangis; Krueung Aceh; Ie Mola; Wai Seputih; Batang Hari; Ci Liwung; Danau Toba; Laut Jawa; Selat Sunda; Pulau Nias; Tanjung Cina; Kota Bandung; Gunung Merbabu; Bukit Suharto. Singkatan Nama Generik di peta: Tanjung: Tg.; Pulau: P.; Laut: L.; Selat: Sel.; Wai: W. Sungai: S atau Sei, Ujung: U. Kota, Umumnya generik “Kota” tidak ditulis dan juga tidak disebut karena orang tahu bahwa itu nama kota: “Kota Bandung” atau“Bandung” saja.
2.      Banyak nama spesifik di Indonesia, khususnya nama kota dan pemukiman memuat juga nama generik dalam nama spesifiknya, seperti nama-nama kota memakai gunung, bukit, tanjung, ujung, pulau dst dalam nama spesifiknya.Dalam kasus ini nama spesifik tersebut ditulis dalam satu kata. Contoh di bawah ini:
Gunungsitoli; Cimahi; Ujungpandang; Bukittinggi; Muarajambi; Tanjungpinang; Tanjungpriok; Krueungraya; Sungailiat; Bandarlampung; Airmadidi; Sungaipenuh; Kualasimpang.
Contoh di Jawa Barat ada sungai yang bernama Ci Liwung (harus ditulis dengan 2 kata). Tetapi jika suatu kota (generik) “Ci” dipakai dalam nama spasifik, maka ditulis dengan satu kata (Cimahi, Cibinong, Cikampek). Lihat peta yang dibuat di masa penjajahan Belanda (masih pakai ortografi lama “tj” untuk “c”, “dj” untuk ”j”, “oe” untuk “u”.
3.      Jika suatu nama spesifik ditambah dengan kata sifat di belakangnya atau penunjuk arah, maka ditulis terpisah. Contoh: Jawa Barat; Kebayoran Baru; Sungai Tabalong Kiwa; Kotamubago Selatan; Kampung Desatengah Selatan; Nusa Tenggara Timur; Panyabungan Tonga; Psupayautang Jae (tonga = tengah; jae= utama di kabupaten Tapanuli Selatan); Kemang Utara; Durentiga Selatan. 
4.      Jika nama spesifik yang terdiri dari kata berulang, ditulis sebagai satu kata. Misalnya Bagansiapiapi; Siringoringo; Sigiringgiring; Mukomuko. Jika nama spesifik yang ditulis dengan angka sebagai penomoran, maka nomor ditulis dengan huruf, misalnya Depok Satu; Depok Dua; Depok Timur Satu; Koto Ampek. Jika nama spesifik terdiri dari dua kata benda, ditulis sebagai satu kata, misalnya Tanggabosi; Bulupayung; Psupayaalam.
5.      Nama spesifik terdiri dari kata benda diikuti dengan nama generik, maka ditulis sebagai satu kata, misalnya: Pintupadang; Psupayagunung; Pondoksungai; Kayulaut.
Nama spesifik yang terdiri dari 3 kata, masing-masing 2 nama generik diikuti dengan kata sifat atau kata benda, maka ditulis sebagai satu kata, misalnya Torlukmuaradolok (torluk = teluk; muara = muara; dolok = gunung); Muarabatangangkola (muara dan batang adalah nama generik; angkola = nama benda).
6.      Banyak contoh nama spesifik terdiri dari 4 kata atau lebih, misalnya beberapa daerah di Tapanuli Selatan: Purbasinombamandalasena; Dalihannataluhutaraja; Hutalosungparandolok Lorong Tiga; Gunungmanaonunterudang. Untuk memudahkan disarankan tidak memakai nama yang panjang.
Selain diambil dari bangsa Indonesia, banyak nama-nama unsur geografi yang berasal dari nama asing yang terucapkan dengan lidah Indonesia atau diterjemahkan secara harafiah dalam bahasa Indonesia atau diganti dengan nama Indonesia.
Yang berasal dari pengucapan bahasa asing:
Tanjong Priok seharusnya ditulis Tanjungperiuk atau Tanjungpriok (kalau “priok” bahasa Betawi dari “periuk”; Ayer Item seharusnya Air Hitam
Yang berasal dari bahasa asing dengan pengucapan gaya bahasa Indonesia:
Singerland menjadi Sangerlang; Glen More menjadi Glemor; Malborough menjadi Malioboro; Zandvoort menjadi Sanpur, Sampur;
Selain pedoman dalam penelitian nama geografi atau penamaan sebuah tempat, Jacob Rais juga memberikan kaedah penamaan yang bisa diajukan bagi penamaan sebuah tempat. Kaidah tersebut meliputi:
1.      Menggunakan abjad Romawi atau huruf Latin
2.      Mengutamakan nama lokal dan singkat
3.      Tidak menggunakan nama yang sudah digunakan di tempat lain dalam
wilayah yang sama
4.       Tidak menggunakan nama yang menimbulkan pertentangan suku, agama,
ras dan antar golongan (sara)
5.      Tidak menggunakan nama orang atau tokoh masyarakat yang masih hidup
6.      Tidak menggunakan nama perusahaan
7.      Tidak menggunakan nama asing atau bahasa asing
8.      Menggunakan kaedah bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam penelitian nama unsur geografi
9.      Menggunakan nama yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan internacional
Jadi, dalam penamaan nama tempat. Indonesia telah memiliki kaidah atau pedoman untuk melakukan pemberian nama. Selain itu, dengan adanya kaidah atau pedoman pemberian nama geografi Indonesia bisa menjaga dan memberikan aturan yang baku bagi penamaan sebuah wilayah atau tempat.

Manfaat Sastra



            Karya sastra memiliki banyak fungsi untuk kehidupan manusia, karena karya sastra merupakan sebuah hasil pemikiran-pemikiran dan ide-ide yang banyak memiliki  nilai-nilai. Untuk dapat memahami nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya sastra dengan baik, maka seorang penikmat sastra harus benar-benar bisa mengapresiasi sastra. Ia harus memiliki rasa cinta terhadap sastra. Rasa cinta tersebut dapat dipupuk dengan cara meningkatkan dan mengembangkan  minat untuk lebih mengenal dan menghayati secara intensif karya sastra itu.  Banyak cara untuk mengembangkan minat dalam sastra, diantaranya yaitu dengan cara meningkatkan minat dalam membaca ataupun mendengarkan pembacaan karya sastra. Selain itu seorang penikmat sastra harus memiliki cita rasa seni yang tajam dan halus dan mempunyai pengalaman dan wawasan sastra yang cukup luas. Dengan mengapresiasi sastra secara benar seorang penikmat baru bisa mengambil manfaat dari sastra itu sendiri. Seperti yang dikemukakan Horatius (dalam Widjojoko, 2006:7) bahwa manfaat sastra adalah dulce et utile yaitu menyenangkan dan berguna. Manfaat karya sastra yang dimaksud oleh Horatius tersebut dapat diperinci sebagai berikut.
1)        Dengan karya sastra penikmat seperti dibawa terbang mengembara dan berekreasi yang menyenangkan oleh imaji pengarang yang menyuguhkan kisah mengenai kehidupan manusia, masyarakat, dan alam lingkungannya pada suatu tempat dan zaman dengan pesona sastra yang mengikat, sehingga penikmat sastra merasa terhibur, puas dan memperoleh pengalaman batin tentang tafsir hidup dan kehidupan manusia yang disajikan pengarang.
2)        Karya sastra dapat memperkaya pengetahuan penikmat, sebab dengan membaca karya-karya sastra penikmat memperoleh sejumlah pengetahuan berupa ide-ide, gagasan-gagasan, pemikiran, cita-cita pengarang ataupun kehidupan masyarakat dengan tradisi dan adat istiadatnya.
3)        Karya sastra dapat memperkaya dan memperluas emosi-emosi pembaca. Maksudnya lewat pengalaman hidup tokoh-tokoh cerita yang imajinatif, karya sastra (fiksi) dapat menumbuhkan dalam diri peminat sebagai emosi manusia seperti rasa kasihan, simpati, empati, dan lain-lain, bahkan juga khataris (penyucian diri).
4)        Karya sastra mengandung unsur pendidikan dan pengajaran (didaktik). Dari segi pendidikan karya sastra merupakan wahana untuk mewariskan atau meneruskan tradisi dari generasi ke generasi, berupa gagasan dan pemikiran, pengalaman sejarah, nilai-nilai budaya dan tradisi. Dari segi pengajaran, seperti ajang moral, juga banyak diungkapkan dalam karya sastra yang bermanfaat bagi penikmat sastra. (Widjojoko, 2006:8)
Dengan banyaknya manfaat sastra seperti yang dikatakan Horatius manfaat sastra dulce et utile yaitu menyenangkan dan berguna, diharapkan analisis mitos levi-staruss dalam toponimi Pantai Pelabuhan Ratu dapat menambah kekayaan dan pengetahuan berkenaan tentang analisis mitos dan toponimi. Selain itu diharapkan setelah memahami dan mempelajari mitos dan toponimi Pantai Pelabuhan Ratu masyarakat dapat lebih melogikakan dan memahami pesan yang tersimpan dalam cerita Mitos Pantai Pelabuhan Ratu. Sehingga nilai-nilai budaya dan tradisi khususnya cerita mitos dapat tumbuh dan berkembang tanpa mempengaruhi keimanan dan keyakinan masyarakat.

Retorika

Retorika Sebagai Ilmu Kamus Besar Bahasa indonesia menyebutkan bahwa retorika dalam arti sempit diartikan sebagai, (1) studi tentang pema...